Senin, 19 Januari 2009

Berani,jadi arsitek,,,,,?



Beberapa waktu yg lalu, saya mendengar di radio sebuah hal yg menarik mengenai profesi terseksi menurut versi sebuah majalah. Semakin menarik ketika arsitek mendapat rangking ke3. Rangking 1 justru pemadam kebakaran dg alasan mengutamakan dan menyelamatkan manusia dalam sebuah musibah. Urutan kedua adalah: dokter. Hal ini jadi membuat saya memperbesar volume radio ,agar bisa didengarkan lebih konsentrasi.

Profesi arsitek ini ternyata mengalahkan profesi lawyer dan polisi atau angkatan bersenjata menarik sekali bukan?,Apakah kita harus bangga dengan hal ini ? Mengingat, urutan tersebut hanyalah merupakan versi sebuah majalah yang belum tentu juga merupakan data yang cukup akurat untuk semua kalangan masyarakat umum. Jangan-jangan ini hanya sensasi saja guna menarik pembaca?

Profesi arsitek, saat ini memang sedang banyak disoroti dalam berbagai media massa, terutama majalah,tabloid, koran bahkan di toko-toko buku yang memuat seputar dunia arsitektur dan interior. Dunia arsitektur dan interior mulai menggeliat lagi semenjak tahun 2000 akhir sampai sekarang.Banyak bangunan-bangunan dan interior menarik yang sudah berdiri dan menjadi pusat perhatian para peliput warta bahkan para kritikus property dan bangunan. Rasanya menjadi wajar ketika profesi arsitek mendapat rangking tersebut di atas.

Berbicara mengenai arsitek, tentunya kita juga tak luput untuk membicarakan mengenai kampus sebagai produksi para sarjana arsiteknya. Sebagai sebuah sebab akibat tentunya tak akan ada akibat tanpa sebab bukan ?

Tak akan ada arsitek kalau tidak ada para mahasiswa atau calon-calon sarjana arsitek. Seberapa banyak mahasiswa yang saat ini sedang menempuh kuliah arsitektur? Dan seberapa banyak sarjana muda arsitektur yang sudah lulus atau diluluskan kampus? Apakah semua yang lulus ini akan menjadi arsitek semua? Menjadi seorang designer atau arsitek yang handal dan siap kerja di dunia riil? Sepertinya agak sulit untuk meramalkan itu semua.

Ketika melihat secara langsung bahwa banyak lulusan sarjana arsitek yang telah lulus dan menjadi fresh graduate. Lulusan ini menjadi bagian penting sebagai alih generasi dalam kantor/biro arsitek-arsitek kita. Mereka ini yang akan membantu para senior arsitek dalam bekerja sehari-hari. Mereka inilah yang nantinya akan menggantikan para tokoh arsitektur kita. Mereka inilah tenaga-tenaga segar sebagai pion-pion baru dalam percaturan arsitektur Indonesia. Namun pertanyaan besarnya adalah: seberapa banyak kantor-kantor itu bisa menampung lulusan-lulusan ini? Seberapa banyak biro-biro yang akan “mendidik” mereka menjadi arsitek?,,

Seandainya kita bisa menghitung dengan matematis mungkin kira-kira sebagai berikut:

Asumsi dalam sebuah universitas meluluskan 80 orang,sarjana,maka seandainya 10 universitas meluluskan jumlah yang sama maka akan ada 800 orang sarjana fresh graduate yang siap kerja. Misal: 50% dari mereka di terima bekerja pada beberapa konsultan arsitek maka jumlah sisanya ada 400 orang. Sisanya ini, akan bekerja di bidang yang samakah? Atau…?

Akan ada keganjilan terjadi, ketika jumlah kantor arsitek kita tidak sejajar dengan jumlah lulusan yang ada, apa yg akan terjadi selanjutnya? Akhirnya dari banyaknya lulusan tersebut tidak menjadi arsitek junior yang magang di kantor/biro arsitek tetapi mungkin hanya 10 % (asumsi ) yg melanjutkan idealismenya menjadi arsitek. Sisanya kerja dibidang lain seperti: dibank, periklanan, broker, designer grafis,designer produk, designer interior atau developer yang paling tidak masih bersinggungan dengan profesi terseksi ini. Sedangkan beberapa diantaranya menjadi penggangguran intelek(?), bahkan mungkin IAI ( Ikatan Arsitek Indonesia) belum tentu dapat memberikan solusi bagi para lulusan ini, karena IAI hanya bertugas mengurusi keanggotaan dan regulasi untuk menjadi arsitek resmi bukan untuk mengurusi pengangguran !

Nah, para arsitek junior yang idealis ini mencoba untuk melanjutkan idealismenya dengan cara bekerja, berkarya dan konsisten untuk menjadi arsitek muda guna mewujudkan impiannya, sekaligus menjadikan arsitek sebagai profesi yang mereka yakini sebagai tumpuan hidup.

Seberapa idealiskah mereka akan menjalaninya?

Dimasa krisis global seperti ini, merupakan krisis ekonomi setelah tahun 1997-1998, banyak perusahaan yang sedang membuat program slimming body atau “perampingan”. Dimana program ini mirip dengan pengurangan karyawan disaat sedang kekurangan proyek-proyek. Apalagi kantor-kantor besar yang sering menerima mega proyek dengan nilai milyaran. Imbas itu akan terasa sekali bagi para karyawan,mulai dengan tidak ada bonus tahunan sampai PHK terhadap karyawan yang sudah tidak produktif . Hal ini akan menjadi dilematik bagi para sarjana muda yang sedang mulai melamar pekerjaan !

Akhirnya karena tuntutan untuk bekerja dan keinginan magang pada sebuah perusahaan, mereka mencoba untuk banting setir ke bidang-bidang lain yang masih membutuhkan tenaga-tenaga muda , seperti: toko–toko elektronik, toko handphone , restaurant atau cafĂ©, supermarket-dan department store atau dimana saja yang masih membutuhkan tenaga tanpa melihat latar belakang bidang ilmu tertentu.

Disisi lain,masih ada beberapa lulusan yang tetap eksis ingin menjadi arsitek.Entah dengan cara menunggu kondisi baik atau membantu kenalan dan saudara yang meminta desain renovasi rumahnya atau cuma sekedar desain ruang mandi!

Bagaimana dengan mereka yang sudah terlanjur merintis kantor sendiri secara mandiri atau sering mereka menyebutnya dengan biro arsitek kaki lima?

Tak bisa dipungkiri kalau mereka pun akhirnya mengeluarkan beberapa “jurus-jurus” untuk menangkal krisis ini. Diantaranya membuat diskon untuk klien-klien langganan, mulai dari gambar preliminary sampai bonus gambar 3 dimensi, menawarkan program design and built, bahkan berani terima design carport dan toilet ! Ini semua dilakukan semata-mata demi biro baru ini bisa bayar listrik ,telpon dan karyawannya. Separah itukah profesi terseksi ini?

Profesi arsitek memang tidak secepat supermarket dalam menerima pendapatan. Bedanya supermarket mendapat income tiap menitnya dengan sangat jelas kita tahu saat kasir menggesekkan credit card/debit card . Sedang sang arsitek belum tentu mendapatkan income tiap bulan!.

Bahkan menurut Romo Mangunwijaya: profesi arsitek di Indonesia lebih rendah dibanding dukun!

Coba kita bayangkan apabila ada klien sakit datang ke dukun dia akan menurut sang dukun untuk melaksanakan apa yang jadi wejangan ( perintah) sang dukun dan tanpa menawar apa yang ditagihkan oleh sang dukun termasuk bayarannya. Begitu juga ketika kita ke dokter , pernahkah kita menawar jasa dokter? Ironisnya,justru jika ketemu arsitek sebelum sang klien membangun rumah saja, mereka sudah meminta semua servis jasa yang harus dipenuhi ,mulai dari diskusi yang rutin, gambar lengkap sampai gambar 3 dimensi yang ciamik. Lucunya, saat pembicaraan bisnis, harga fee design arsitek justru ditawar rendah !

Wajar kalau banyak arsitek yang akhirnya mencoba-coba menjadi arsitek sekaligus kontraktor. Ini semata dilakukan guna mengejar datangnya income bulanan. Salahkah ini,,?

Bagaimana kalo kita hitung menurut asumsi saja, fee arsitek yang diambil 7% dari harga rumah/bangunan. Jika rumah atau bangunan tersebut selesai dalam waktu 1 tahun, maka bisa dihitung kira-kira : 122,5 juta dikurangi untuk ahli MEP dan struktur, maka sisanya tinggal 110,5 juta dibagi 12 bulan =9,2 juta/bulan. Belum dikurangi untuk urusan keluarga 50% sehingga sisanya untuk urusan bisnis tinggal: 4,6 juta /bulan. Untuk bayar karyawan lulusan baru 1 orang=1,8 juta ( ukuran kebanyakan Jakarta dan sekitarnya), dan akhirnya sisanya 2,8 juta perbulan ! Sebuah pertanyaan besar lagi,,cukupkah ini ?

Paling tidak biro arsitek kaki lima ini harus mendapatkan 10 proyek yang nilainya rata-rata sama, sehingga bisa di asumsi bahwa 2,8 juta x10 = 28 juta ! Tapi bisakah kita mendapatkan secara kontinu 10 proyek,,,?.,,Info diatas belum termasuk harga-harga tahun 2009 konon mulai tidak jelas, semua harga sangat melambung termasuk untuk keperluan sekolah anak( bagi yang berkeluarga), operasional, bahan bangunan dsb. Tentunya akan menjadi pertimbangan tersendiri..!

Disisi lain, banyak masyarakat berpendapat bahwa memakai jasa arsitek hanya ditujukan untuk klien-klien yang bisa membayar saja. Bagi yang mampu , arsitek yang ternama merupakan prestise baginya.Semakin mahal sang arsitek mematok harga semakin bangga sang klien memakai jasanya ( ?). Tidak bisa disalahkan juga. Coba apa yang terjadi jika seorang konglomerat membangun sebuah kantor atau rumah ?

Kira-kira apa yang akan dia lakukan dengan hasil kerja selama ini dan guna menjaga martabat dan prestisenya di hadapan rekan dan kerabatnya,,?

Wajar apabila hal ini menjadi bersifat sangat eksklusif dan wah . Mari kita coba teliti lebih jauh. Seandainya seorang klien memesan sebuah rumah dengan asumsi luasan 500 m2, dan saat ini harga bangunan dengan material keramik untuk finishing lantai dan toiletnya berkisar 3,5 juta/m2 maka harga bangunan adalah : 500x3,5 juta = 1,75 miliar. Kemudian, untuk fee sang arsitek saja dengan asumsi 7% dari harga bangunan maka: 7%x 1,75 M = 122,5 juta .(Hitungan tersebut diatas hanyalah asumsi). Harga ini belum digabung dengan harga bangunan yang 1,75 miliar + 122,5 juta. Belum termasuk biaya dari kontraktor yang 10% untuk jasa. Kalau di Jakarta dan sekitarnya masih ditambah dengan biaya “siluman” seperti kuli angkut, bayar preman untuk keamanan dsb,,

Bisa di bayangkan harga tersebut baru memakai material keramik belum material marmer atau granit…! Nah,bisa dijawab mengapa arsitek melayani untuk klien-klien yang mampu bukan,,,?

Kemudian akan timbul pertanyaan: bagaimana dengan masyarakat yang kemampuan membayarnya tidak seperti diatas,,? Bagaimana arsitek menyikapi hal ini?

Kadang kala,profesi arsitek ini harus bisa mendudukan diri sebagai sosok yang fleksibel. Kadang menjadi bussinesman atau kadang bisa menjadi seorang pendeta yang sering dimintai advicenya. Mendudukkan ini merupakan sebuah pilihan tersendiri ( tergantung masing individu yg akan menjalaninya ), dimana arsitek akan berpihak ? Kepada uang, ketenaran, prestise dan kekayaan ? Atau kepada sisi manusia, kebersamaan, kesederhanaan dan kehidupan untuk masyarakat non mampu?

Ada 2 kelompok pekerjaan arsitektur , (kalo boleh saya golongkan) yaitu:

Kelompok proyek komersial dan kelompok proyek sosial. Kelompok proyek komersial merupakan proyek-proyek yang dapat mendatangkan income secara berkelanjutan. Berkelanjutan karena dia merupakan sumber dana dalam menghidupi kehidupan studio sang arsitek. Sedang kelompok proyek sosial adalah merupakan proyek-proyek yang dikerjakan bersifat sumbang bakti buat masyarakat umum. Entah dalam bentuk design atau bisa juga dalam bentuk sharing pengetahuan. Bisa juga dikerjakan dengan memberikan kuliah umum disalah satu kampus .

Akhirnya, opini dan tulisan diatas, berharap ditujukan sebagai sebuah wacana. Sebuah pandangan perspektif dari sisi lain,,,Entah menjadi sebuah sisi yang kadang bisa dilihat secara riil, negatif atau secara subyektif..? Tergantung dari siapa yang membacanya.

Tidak ada maksud untuk melunturkan semangat dan minat bagi para pembaca yang nota bene mahasiswa arsitektur, sekedar untuk direnungkan. Sebelum anda melangkah lebih jauh guna menentukan masa depan pribadi, bukan karena dorongan orang tua dan teman-teman tapi,,,,,,,bagaimana ,menurut anda,,? Berani jadi arsitek,,??

Ditulis saat liburan di desa bale catur Yogyakarta, desember 2008

4 komentar:

riccoananto mengatakan...

terimakasih ya mas, Allah sudah mempermudah saya untuk menempuh jalan ini, jadi tidak ada alasan lain untuk tetap konsisten dengan ilmu yang telah Allah berikan pada saya.Arsitek itu sangat sulit dimengerti, satu dosen,satu almamater, belum tentu satu fikiran dan persepsi yang sama dalam menyikapi suatu masalah. Tetapi allah telah memper mudah jalan saya dengan cara mempertemukan saya dengan orang2 seperti mas atmoko atau senior lainnya yang tetap konsisten dalam bidang ilmu yang dimilikinya. dan itu membuat cara berfikir saya terbuka lebar terhadap segala kemungkinan.

Jadi tidak ada pilihan lain selain tetap konsisten dengan jalan ini.

"lingkungan yang relatif aman, cenderung tidak membuat kita tumbuh, tumbuh dan tumbuh",

salam
ricco ananto.

[ BINSTUDIO ] mengatakan...

sama-sama ,,saya cuma sharing kok..semoga jadi apa yg kamu impikan

Unknown mengatakan...

berani donk! setelah melewati perjalanan panjang akhirnya saya meenyukai arsitek dan sangat segera ingin menjadi arsitek. hohoho

Unknown mengatakan...

wacana yg menarik.

Hal lucu yg sering saya alami "... Lucunya, saat pembicaraan bisnis, harga fee design arsitek justru ditawar rendah ! dan masih ditambah "..karena budjet kami tidak banyak.."

Hehehe..tetap semangat!